Menu Bar

Wednesday, 24 October 2012

Koma

Kenapa aku ini?
Ada apa dengan waktu?
Mungkinkah ku sudah di ujung jalan?
. . .

Hangatnya bias cahaya sang fajar mengembalikan semangatku, deburan ombak di lautan pagi itu seperti darah yang ada di nadi. Namun, tak banyak yang dapat ku perbuat. Kulitku yang sudah keriput seperti plastik karena tersengat rajanya bintang ini sudah cukup untuk menjelaskan aku sudah tua. Ia akulah lelaki tua, yang sekarang hidup sebatang kara yang hanya tinggal di gubuk derita. Jika tertiup angin kencang sudah seperti kapal pecah.
Pagi itu, ingin rasanya ku mengambil ikan dengan hasil keringatku sendiri, tanpa harus membeli hanya untuk sekedar teman nasi. Akupun segera bergegas ke tetanggaku, dengan maksud untuk meminjam peralatan memancing di laut.
“Kau kan sudah tua, sudahlah… Nanti aku saja yang mengambilkan ikan untuk kau”. Ujar Somad. Aku terdiam sejenak, memikirkan apa yang Somad katakan barusan. Dengan perasaan yang sedikit was – was akupun berkata, “Aku tak mau, aku ingin ikan hasil tangkapanku”.
“Apa kau yakin itu? Apa kau masih bisa untuk menahan marahnya ombak kepada kau lelaki tua? Marah karena hanya sendiri pergi mencari ikan”. Tanya Somad dengan hati was – was pula. “Tak apalah, aku harus bisa itu”. Jawabku penuh dengan keyakinan. “Ya sudahlah, kalau itu memang maumu”. Somad tak dapat berbuat apa – apa.

***
Liukan ombak mengingatkanku saat ku kecil dulu. Diombang – ambing oleh ibu. “Tuhan, andai ku dapat melihat indahmu ini sampai seribu tahun lagi… Tapi itu tak mungkin”. Harapku. Ombak yang bersahabat, membuatku semakin betah untuk terus menikmati panorama laut. Ditariknya kail oleh ikan, akupun bergegas untuk menarik pancingnya. Ikan ke enam yang ku dapat. Akupun kembali untuk memasang umpan yang ke tujuh. Lama ku menunggu, tapi… “Tuhan, apa yang terjadi? Kenapa kau jadikan indahmu ini jadi kelam?”. Aku terheran melihat semua disekitarku. Badai tiba – tiba datang seperti memarahiku. Ombak yang ganas seperti ingin menghempaskan ku kedasar laut.
Berharap ada yang menarik umpan dari kail, tapi…
Kenapa aku ini?
Ada apa dengan waktu?
Mungkinkah ku sudah di ujung jalan?

***
Kini aku hanya dapat melihat ragaku yang tak berdaya di ruangan yang pengap seperti tak ada udara yang masuk di Rumah Sakit terpencil di daerahku.
Aku yang terhempas ombak, beruntung ku sampai ke tepi. Walaupun kini, aku seperti sudah di ujung. Di ujung jalan untuk menanti kematian.
Aku.
Koma.

0 comments:

Post a Comment